Pejabat negara kok kayak balita!
Ketika pemerintah mengatakan, agama sebagai musuh besar pancasila, rakyat jadi teringat orde baru yang pernah menekan kalangan agamawan.
Rezim ini sepertinya tidak punya visi dan misi dan hanya njiplak cara lama dengan mencari keburukan dari suatu kelompok dan menjadikan keburukan itu sebagai bahan kerja dengan harapan mereka akan dianggap sebagai rezim yang bekerja untuk NKRI.
Cara pemerintah memandang radikalisme yang kebetulan beririsan dengan keberadaan suatu agama, adalah gambaran betapa rezim ini ternyata tidak memiliki pola pandang sendiri. Betapa negara ternyata hanya bagian dari masalah yang kerjanya menjadi pelecut munculnya masalah dan tidak menyelesaikan masalah.
Lihat, betapa radikalisme sampai kini tidak selesai, sementara karena hal ini kita berpecah lagi. Hal yang terus berulang, seperti diulang dan seperti ada yang sengaja agar ini berulang.
Dalam buku penulis berjudul BENTENG TERAKHIR, novel pembangun dan pembebasan, GAUNG MEDIA 2010, hasil penelitian tahun 2006-2008, Hal: 392, paragraph pertama tertulis,“ Dimana umat islam tak seharusnya jadi eksklusif dan jauh dari nilai kebangsaan."
Dengan buku itu, salah satu harapan penulis, agar di kemudian hari tiada kecurigaan dan benturan, maka kaum agamawan sebagai bagian yang dulunya ikut berjuang melahirkan negara ini, jangan terjauhkan, harus lebih dekat lagi mengidentikan dan teridentifikasi sebagai yang tak terpisahkan dari nilai-nilai kebangsaan.
Nah, kini setelah kaum agamawan telah amat dekat dengan nilai-nilai kebangsaan sangat merasa memiliki bangsa dan kebangsaannya, mendadak muncul hal-hal yang justru membuat kaum agamawan kembali di jauhkan dari rasa memiliki negeri dengan kebangsaannya ini. ada apa?
Para agamawan moderat republic pun tentulah tidak suka dengan keberadaan radikalisme. Ketika negara menghembuskan nafas bernada permusuhan terhadap agama, ruh agama merasa di usik, dicurigai serta lebih jauh tercampak dari altar kebersamaan sebagai anak bangsa.
Sisi lainnya, langsung atau pun tak langsung, jangka pendek atau jangka panjang, pastilah akan ada perilaku dan perlakuan tertentu dari negara yang berdampak secara sosial ekonomi politik hukum dan budaya bagi masyarakt yang menganut agama itu.
Ingat, sejarah bangsa ini tak lepas dari trauma yang pada akhirnya sangat mudah di jadikan alat fobianisasi dan kemudian pihak tertentu mengambil alias mendapat keuntungan atas keadaan tersbut, baik keuntungan sosial, ekonomi politik hukum dan budaya. ( pihak tertntu itu siapa? Terlalu panjang untuk dijelaskan).
Oleh karna itu, sangat wajar jika kalangan agamawan bereaksi atas masalah ini. Walau bagaiman pun, negeri ini bukan milik satu golongn, jika ada yang merasa paling patriotic dan berjasa lalu seolah paling berhak atas segalanya dengan mencari kejelekan yang lain serta memupuk kejelekan itu, lalu menjadikan kejelekan itu sebagai sarana mencari keuntungan, maka ini sama artinya memupuk kekecewaan dan mengarahkan agar negara bangsa ini bubar perlahan-lahan.
Cara dan perilaku ini sudah melanggar kesepakatan bersama setujuan sepenanggungan sejak negara ini didirikan. Ya, kini bisa saja kaum agamawan yang menuduh balik bahwa perlakuan kaum yang mendiskriditkan para agamawanlah yang sesungguhnya tidak mencintai NKRI.
Sikap dan perilaku mncari-cari dan menggeneralisir serta mencipta fobianisme demi tujuan keuntungan kelompok sendiri, adalah hal yang sesungguhnya menghianati saudara dan bangsa yang dalm kesepakatan awal untuk sepenanggungan demi utuhnya negeri ini. Ini artinya merekala lah yang ingin berpecah.
Untuk bersikap atas rezim yang seperti ini, penulis ucapkan ayok berjuang dan selamat berjuang kepada para agamawan. Penulis tidak hendak mengajak apa lagi mengajari bersikap. Tapi sejak awal Jokowi akan jadi pemimpin negeri dulu, penulis sudah menduga, ia tidak akan punya arah sendiri, ia akan lebih banyak digerakkan oleh orang-orang tertentu yang mengerubuti dan akhirnya jadi lingkarannya.
Penulis sejak awal sudah ragu ketika dulu atas nama tujuan politik ia menyebut-nyebut tentang kata ahlakul karimah dalm momen tertentu karena penulis yakin itu bukan kedalaman pikirannya. Dapat penulis pastikan jokowi memperoleh kalimat-kalimat seperti itu dari para penjilat yang menyorongkan wajahnya dan para kaki tangannya yang mencomoti pemikiran-pemikiran aktivis dan mahasiswa.
Sebab seblum naiknya jokowi dan semasa PDIP jadi oposisi, penulis banyak tahu pergolakan dan apa yang dipikirkan kalangan aktivis karena penulis ada di situ ikut memikirkan negeri ini. Sekedar cerita, gambaran salah satu kondisi dan suasana kala itu, andai pemerinthan SBY ingin menggebug serta menghitamkam para aktivis anti pemerintah, mungkin sudah dilakukan oleh pemrintah kala itu.
Taip karena pemerintah kala itu cukup democrat lalu berpatokan pada sosok/ hal / sesuatu tertentu yang dalam olah intelegen tak akan sampai menggulingkannya, maka berjalanlah semua aksi yang dilakukan para aktivis kala itu.
Ingat betapa buruknya perlakuan aktivis kala itu. Sampai tubuh kerbau dengan tulisan SBY diarak di tengah kota.(Bayangkan andai itu terjadi kini?) Dan para aktivis carmuk, pada saat, sebelum dan sesudah itu dan terutama setelah jokowi naik, sibuklah menginfentarisasi apa saja peristiwa, ucapan dan segala hal yang menjadi diskursus kala itu untuk disorongkan ke muka sang pemimpin. Hasilnya, jadilah jokowi sebagai pemimpin yang sempurna bertujuan bagi rakyat.
Pun lihat pula soal revolusi mental. Penulis belum atau tidak mendapati sama sekali jejak seorang jokowi pernah bicara atau diskusi tentang revolusi mental semasa sebelum ia menjadi presiden.
Di lain waktu ia mengaku sebagai seniman di hadapan para seniman. Seniman itu berkarya, minimal bisa menunjukkan ia mampu melakukan hal yang terkatagori seni. Kalau cuma nge fans berat pada suatu aliran music, itu mah bukan seniman namnya.
Maaf, penulis bukan hendak berlebihan meminorkan pemimpin kini. Dan ini pun bukan tanda kebencian atau permusuhan. Sebab walau bagaimanapun jokowi kini adalah pemimpin kt. Tapi berkaca pada itu semua, di masa depan kita harus berhati-hati memilih pemimpin.
Wahai pemerintah, dalam keseharian, sesungguhnya rakyat banyak merasa geli atas segala ucapan, kebijakan dan tindak tandukmu.
Selain ucapan soal musuh pancasila adalah agama, coba lihat pula usulan dari pejabat negara tentang fatwa orang kaya nikah dengan orang miskin. Ucapan ini terasa sebagai bentuk kasihan. Pun seolah begitu tak berdayanya orang miskin dan malah terasa merendahkan kaum miskin.
Jangan lupa pada orang miskin itu ada harga diri. Dan usulan itu sama sekali tidak mengangkat harga diri kaum miskin. Orang miskin itu banyak juga yang merasa tak ingin dikasihaani tapi ingin ada jalan untuk kerja dan usaha. Ini lebh terhormat.
Sementara, apa usaha pemerintah dalam rangka memberi jalan dan mencipta peluang kerja serta usaha? Terhadap perjodohan, orang miskin juga belum tentu mau dengan orang kaya kalau tidak cinta. Pada manusia yang berprinsif, kebahagiaan itu tidak melulu diukur dengan kekayaan.
Apa lagi kekayaan dari hasil korupsi, yang di era rezim ini, dengan pelemahaan KPK, para korupsi terindikasi dimudahkan dan dilindungi.
Pun soal salam pancasila dan pembumian ideologi Pancasila dengan nari-nari tik tok itu, haha...ide-ide yang sangat brilian namun menggelikan. Pejabat negara kok idenya seperti kata gus dur, kaya anak-anak TK, malah bukan TK tapi balita yang baru belajar berkata-kata... meski itu semua pantas di hargai, karena gitu-gitu adalah sebuah upaya.
Dan berangkat dari apa yang selama ini kita lihat dan rasakan, tak berlebihan jika akhirnya kita sebagai rakyat , dalam pikiran sederhana sebagai rakyat, membuat analisis-analisis sederhana sebagai rakyat, apapun kebijakan jokowi, akhirnya rakyat merasa wajib curiga dan ada baiknya tak percaya!.
Lihat berbagai kebijakan dan saat-saat pemrintah hendak menaikan tarif dan harga-harga. Pun lihat proses pelemahan KPK dll. Terakhir Lihat soal wacana pengembalian mantan kombatan ISIS.
Wacana konyol yang dibesar-besarkan dan dimunculkan oleh kalangan pemrintah sendiri. Ada indikasi pengalihan isyu, ada pula indikasi pihak tertentu mencari proyek untuk penambahan dana deradikalisasi.
Sementara soal omnibus law. Benarkah undang-undang itu akan membuat investor berduyun-duyun masuk? Atau benarkah jika tidak ada undang-undang itu investor akan lari ke negara lain? Coba ada yng investigasi di negara-negara dimaksud, undang-undangnya seprti apa, benarkah investor asing di sana sangat dimanjakan oleh negara?
Kita curiga pada rezim jokowi. Jangan-jangan lagi menakuti para pekerja kita hanyalah modus dan karena sulitnya rezim ini mendapat investor yang akhirnya melakukan segala cara demi investor mau masuk.
Padahal soal investasi, itu berkaitan erat pula denan suka dan tidaak suka. Ingat, di dunia itu ada korporasi. Jika dunia banyak tidak suka pada suatu rezim, maka bisa dipastikan investasi akan sepi.
Nah, jangan sampai sepinya investasi, membuat rezim ini mengemis pada investor dengan memanjakan investor dan akhirnya menjual harga diri rakyat dan bangsa yang dengan undang-undang itu, akhirnya tak tersadari malah memiskinkan rakyat.
Undang-undang omnisbus law, jika tak menghapus system kontrak dan melindungi lingkungan, maka kepaada kaum buruh dan anggota DPR yang berhati dan menjunjung tinggi idealisme, pantas menolaknya.
Khusus soal lingkungan, penulis pernah melakukan pengamatan sekaligus menjadi coordinator masyrakat dalam rangka protes pembuangan limbah beracun bersama organisasi WALHI Lampung.
Penulis cukup tahu kondisi sungai-sungai yngg dilalui limbah berbahaya di wilayah sumatra khususnya di wilayah lampung selatan. Penulis cukup tahu bagaimna perilaku pejabat dan pemimpin daerah yang terkatagori tak peduli akan lingkungan dan melindungi perusahaan-perusahaan nakal pembuang limbah berbhaya di sungai.
Benar dengan alasan lapangaan kerja. Namun haruskah AMDAL diabaikan. Bagaimana system IPAL baru dibuat setelah suatu perusahaan dalam hitungan tahun beroperasi dan setelah warga bertahun mengalami derita akibat limbah. Belum lagi soal ekosistem rusak serta banyaknya habitat sungai yang mati.
Jika undang-undang OMNIBUS LAW tak secara jelas berpihak pada lingkungan, sekali lagi, sungguh pantas ditolak.
Saran untuk rakyatku, semua kata dari rezim ini, tidak usah terlalu serius ditanggapi. Bisa jadi itu hanya pengalihan isyu dari persoalan berat yang sesungguhnya perlu kita pikirkan dan seriusi misal Soal KPK, soal korupsi besar di BUMN, soal omnisbus law, dlsb.
Yang pula serius harus kita pikirkan atas segala keadaan bangsa ini kini, adalah apakah rezim ini pantas diteruskan atau cukup hanya sampai di sini!!?????
Salam perjuangaan dan pembebasan!!