Kebijakan Terkait Minyak Goreng Semakin Membuat Rakyat Menderita. Dari Kelangkaan, Harga Mahal Sampai Ribuan Pengumpul Minyak Jelantah Yang Tak Berdosa pun Kehilangan Mata Pencahariannya


Surat dan cerita lara tentang minyak goreng untuk Jokowi
Hasil pengamatan penulis di rakyat bawah, kebijakan Jokowi dirasa makin membuat sengsara hidup rakyat. Di mana jiwa kepembelaan dirinya sebagai pemimpin? 

Untuk mengatasi mahalnya harga minyak goreng, kebijakannya kok ya malah makin membuat rakyat menderita. Rakyat yang sudah jatuh, ditimpa pula oleh tangga dan kursi tempat naik dan duduknya. 

Negara ini seperti diurus oleh manusia-manusia yang tidak memilki rasa peka. Negara diurus oleh orang-orang yang tidak memilki rasa cerdas lan welas asih, terutama kecerdasan berpihak dimana mestinya mampu memilah dan memilih agar kebijakannya itu tepat sasaran serta tepat solusi sehingga rakyat terbahagiakan. 

Harga minyak goreng mahal, itu sudah membuat jutaan rakyat menjerit. Lalu kebijakan yang diambil, malah nyogok rakyat dengan membagi-bagi BLT. Lantas, mampukah itu mengobati jeritan rakyat? Ketika ternyata harga minyak masih tinggi. Padahal yang diinginkan rakyat adalah turunnya harga. Itu masalahnya. Bukan nyogok rakyat  dengan bagi-bagi BLT. Sepertinya jauh sekali antara panggang dan api.

Ada lagi, minyak mahal, eh malah pengusaha di subsidi. Dan ternyata harga minyak goreng masih juga tinggi di pasaran. Uang negara dikuras hanya untuk kebijakan yang tidak ada bekas hasilnya. Bak menaburi air laut dengan garam. Sia-sia.

Kebijakan berikutnya, melarang ekspor minyak sawit dengan segala turunannya termasuk  diantaranya  CPO   hingga bahan baku minyak goreng/ BRD PLM olein. Hanya saja, kok sampe minyak jelantah dilarang ekspor juga. Kenapa?

Minyak jelantah itu apa, minyak yang sudah tidak layak pakai dan harus dibuang. Mestinya kita senang jika di luar negeri itu bisa diolah dan berguna. Di dalam negeri dengan ketiadaan kemampuan mengolahnya yang artinya itu tak terpakai, kan bisa jadi limbah beracun yang berbahaya jika kelamaan tidak dibuang. Ya, mestinya kebijakan pemerintah itu solutip, tidak membuat rakyat di bagian lain jadi menderita.

Terkait minyak jelantah ini, awalnya penulis hanya penasaran, ingin tahu apa suara rakyat tentang harga minyak yang masih mahal. Tanya-tanyalah penulis dengan beberapa pemilik warung. Wah, suara jerit mereka langsung meledak ketika coba disinggung soal tingginya harga minyak. Suara serapah kepada pemerintah tak terelak terdengar di telinga.

Namun tiba-tiba secara tak sengaja, penulis bertemu orang-orang yang biasa mendapat penghasilan dari mengumpulkan minyak jelantah. Panjang lebar cerita dan jeritan duka didapat dari orang yang biasa mengumpulkan minyak jelantah ini.

Ya, terkait minyak goreng, dan lebih khusus minyak goreng jelantah, ada ribuan manusia menggantungkan hidupnya  dari sini. Lihat para pengepul itu, lihat mereka mengumpulkan minyak jelantah dari rumah ke rumah, dari warung ke warung. Lihat, mereka menghidupi anak dan keluarga dari situ. Dan bayangkan ketika kebijakan pemerintash dengan semena-mena memutus mata pencarian mereka itu dengan melarang ekspornya. Bukankah para pengumpul di akar bawah jadi kehilangan mata pencahariannya?


 Adakah seorang Jokowi merasakan kecemasan mereka, tentang esok hari dari mana akan mereka dapatkan makan dan berbagai biaya hidup lainnya?


Penulis, tergerak mengangkat berita dan cerita hidup para pengepul jelantah ini karena penulis telah secara nyata melihat kehidupan para pengepul, sementara di sisi lain minyak jelantah tidak berkaitan langsung atas terjadinya kemahalan harga. Jadi kenapa minyak jelantah, sumber hidup rakyat kalangan bawah ini harus di larang diekspor (dibuang) oleh pemerintah?


Penulis tidak bermaksud mempropokasi. Namun tidak bisa menyembunyikan kejengkelan atas segala tindak-tanduk serta kebijakan Jokowi dengan para menteri yang sudah pada sibuk ngurusi suksesi. 


Saking jengkelnya atas kebijakan yang tidak masuk akal serta menyengsarakan ini, penulis berani nyeletuk di sini. Ketika nanti minyak jelantah itu makin numpuk, dan kemudian bisa mengakibatkan penciptaan limbah berbahaya bagi kesehatan, mending dibuang saja itu  minyak jelantah. 


Tapi dibuangnya jangan ke laut atau ke suatu tempat yang jauh dari  perkampungan kota. Lalu kemana? Ke istana. Banjiri jalanan dan halaman istana dengan minyak  jelantah. Agar Jokowi malu, berpikir dan bertanya, apa salah dan dosanya?


Sebagai rakyat yang berusaha membela sesama rakyat dengan berusaha menjadi corong rakyat, penulis tidak berharap istana benar-benar dibanjiri minyak  jelantah. Namun jika itu benar terjadi,  dan mungkin saja terjadi,jangana salahkan rakyat sebab itu artinya rakyat sudah memilki alasan yang kuat ketika melakukannnya. Setidaknya mungkin suara mereka sudah tidak didengar lagi dan penguasa sudah bisa dikatagorikan lalim kepada rakyatnya.  

Kepada Jokowi, sekali lagi jangan salahkan rakyatku. bila hendak mencari kambing hitam salahkanlah orang sepertiku. Karena aku yang bersuara dan membela mereka. Maka kalau berani, tangkaplah aku.


Sebaliknya pemimpin yang cerdas akal dan peka jiwa, mestinya menjadikan ini sebagai peringatan, ajakan, anjuran agar kepedulian kepada rakyat dari seorang pejabat, sungguh-sungguh dalam kebijakan yang membahagiakan rakyat itu terlihat. Bukan sekedar janji-janji di balik wajah tanpa dosa bak malaikat.
Duhai jokowi, berpikirlah dan kepada rakyat bawah berpihaklah!!! Engkau pemimpin yang masih kami hormati dan sesungguhnya masih kami sayangi. Karena saat ini, rakyat tak memilki yang lain selain dirimu yang bisa mengubah peraturan-peraturan yang membuat pilu itu. 


Namun jika setelah diperingati ternyata engkau tidak juga menunjukkan i’tikad untuk peduli, maka itu artinya engkaulah yang mengundang rakyat berbuat nekad !!
Salam penuh hormat


 

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak