Ucapan, 'semoga sumatera barat jadi pendukung negara pancasila", adalah cermin kedangkalan berpikir, asal dan hanya dipengaruhi rasa serta merasa seolah heroik serta benar ketika mengucapkan kalimat yang diselubungi aura pancasila.
Di sisi lain jelas, dalam kedangkalan itu tercermin bagaimana sang dangkalis hendak menggunakan pancasila sebagai alat.
Baik sebagai alat gebug atau alat propaganda. Ucapan itu adalah cermin dari rezim ini secara keseluruhan dalam kontek berpikirnya tentang pancasila dan keideologian.
Namun ketika salah gebug atau propaganda, kerap kali kayu pemukul akan mengenai diri sendiri(karma). Masyarakat sumatera barat adalah pembelajaran bagi pemimpin dan siapapun calon pemimpin.
Pemimpin dan calon pemimpin yang baik, selalu belajar lagi dan lagi serta berusaha berbenah diri. Maka marilah berbenah...
Namun bagaimana jika orang-orang di sekitar puan sendiri mengatakan bahwa puan tak perlu belajar sejarah karena sudah menyandang sebagai anak cucu Soekarno?
Ya, politisi PDIP bilang, uni puan ga perlu belajar sejarah karena cucunya soekarno. Hahahaha...hebat!!! SOMBONG KALI KAU !!!
Indonesia jangan sampai dipimpin oleh pemimpin dangkal, SOMBONG dan GOBLOG!!!! Cam kan itu wahai rakyat semesta!!!
Belajar sejarah adalah masalah ilmu. Lantas apa maksudnya jika cucu Soekarno ga harus belajar sejarah?
Apakah dengan memiliki status cucu Soekarno sudah otomatis pintar sejarah? Hahaha....lucu sekali manusia-manusia ini.
Emang si Puan itu sudah cerdas apa? Kok bilang ga perlu belajar. Wajah penuh warna kecengengan begitu, kok menampikkan keharusan belajar.
Nanti pas pidato bukan mengandalkan kecerdasan isi pidato. Melainkan cukup mewek, biar dapat simpati. Hahaha...
Pemimpin, goblog sedikit tak mengapa asal punya watak karakter membela. Goblog sedikit tak mengapa asal jangan sombong, na’u zubila!!!
Di PDIP terlalu banyak orang pintar bicara..tapi, maaf dangkal!!! Yang muncul jadi kesombongannya.
Banyak pula yang berisi. Tapi yang lebih menonjol yang dangkal-dangkalnya, yang sombong-sombongnya, yang suka meng- kat, kat ucapan orang, dan ingin menang sendiri.
Duhai mbak Puan, kamu memang harus belajar lagi!!!! Jangan ikuti pikiran manusia-manusia carmuk!!!
Pun jangan jadi sombong hanya karena kakekmu pernah punya jasa. Jika kamu tak pandai membawa diri, kamu akan hancur!
Karena kamu memang tidak berarti apa-apa. Apalagi tidak memilki ilmu, makin tambah ga berarti apa-apa. Kamu akan dibuang ke laut saja.
Jasa orang tua, kakek buyut tak menjamin kamu akan berharga dan dihargai selamanya.
Jika otakmu tak berisi, kamu akan lewat diterpa perubahan zaman. Mestinya kamu punya pikiran ingin lebih dan bila perlu kamu harus jadi yang melebihi kakekmu, Soekarno itu.
Namun bila tak mampu, minimal kamu tidak menambah susah kehidupan rakyat yang sudah susah. Tunjukkn itu!!!
Untuk kasusmu dengan rakyat Sumatra Barat itu, mestinya, kamu minta maaf kepada masyarakat Sumatra Barat.
Ya, minta maaf itu jauh lebih terhormat ketimbang para pengikutnya termasuk KAPITRA AMPERA yng membangun argumentasi pembenaran.
Masa lalu itu tak akan terungkit jika tidak diawali oleh puan sendiri.
Tak ada yang benci kepada mba puan. Jika pun ada, ya dalam batas-batas yang wajar. Namanya tokoh politik. Makanya, hati-hati dalam berkata.
Setelah meminta maaf kepada masyarakat sumatera sambil utarakan pula maksud puan yang sebenarnya dengan kalimatnya itu, rasanya kelar itu perkara.
Daripada melakukan perlawanan dengan berbagai argumentasi pembenaran yang di mata rakyat, terutama rakyat Sumatra Barat semakin terlihat kesalahannya.
Setelah itu mulailah hal baru, kedekatan baru yang saling kasih mengasihi sesama anak bngsa.
Salam