Pancasila dan telaah pikiran sang Habib Rizik Sihab

 

Jika habib menyebut negara berbasis tauhid, itu artinya negara berbasis ketuhanan. Dan ketika itu dikaitkan dengan tuhan dalam artian islam, maka artinya negara berbasis keyakinan akan ke esaan allah. Lalu, tak jauh-jauh yang dipikirkannya adalah negara berasas atas hukum-hukum allah. 

Dan itu mengacu kepada negara/ ideologi islam. Sebab, dalam pengamatan penulis tidak pernah ada sang habib menukil pendapat tentang teori-teori lain selain islam.

Dalam pandangan penulis, apa yang diungkap habib sesungguhnya sudah kita praktekkan. Yang kita praktekan selama ini sesungguhnya adalah konsep islam namun sedikit tengah artinya islam yang etidak menghegemoni. Smenntara apa yang dianuti habib nampaknya akan cenderung kepada islam yang lebih dalam dan keras.

Soal konsep revolusi akhlak ala habib, dalam.pandangan penulis, itu bukan kesatuan pandangan yang artinya belum memenuhi syarat sebagai terjemah ideologi. Ia hanya poin-poin yang akan dilakukan, atau hanya sebuah visi-visi yang lazim ada dalam pikiran seseorang atau suatu kelompok yang memiliki tujuan.

Meski secara keseluruhan apa-apa yang diungkap habib, jelas mengacu kepada ideologi islam. Atau pancasila yang menurutnya dalam versi islam.

Kita memang sedang mencari suatu terjemah implementatif bagi pancasila. Kita juga tidak akan menampik jika dari sudut pandang agama-agama lain ada terjemah yang lebih implemntatif dan berkesesuaian dengan keindonesiaan kita. 

Dari agama manapun, jika itu baik, kita harus belajar dewasa untuk bisa menerimanya asal pas dan implementatip baik bagi sistem kenegaraan maupun bagi sistem budaya bangsa kita.

Nah untuk pemikiran yang dibawa habib, penulis rasa, jika diimplementasikan, akan mengalami banyak benturan dan bangsa ini akan semkin terbentur karang.

Pemikiran sang habib, terutama soal revokusi akhlak, atau visi-visi tokoh manapun, dalam pandangan penulis, akan terlaksana jika kita menemukan mesin inti ideologi yang dengan itu segala visi akan berjalan dengan sendiri tanpa paksa karena ia akhirnya menjadi kebutuhan. 

Ingat, ideologi yang baik akan.membuat manusia menyadari tujuan hidupnya sendiri. Sementara revolusi akhlak ala habib, cenderung butuh paksaan maka tak aneh jika FPI pada akhirnya cenderung maksa pembubaran terhadap tempat yang dianggapya maksiat.

Dalam kenyataan ideologi kita yang terbuka, kita belum menemukan mesin inti dari ideologi itu.

Ruang-ruang kenegaraan dan budaya kita selama ini penuh digerakkan oleh mesin kapitalistis. 

Sementara efek kapitalis dengan segala hal positip negatipnya telah menggerus nilai-nilai kepribadian kita baik sebagai pribadi agamis maupun nilai-nilai budaya rakyat bangsa dan negara. Ini yang membuat akhirnya masih ribut diantara kita.

Lalu kemana dari ribut ini nanti akhirnya? Tampaknya, kita akan menunggu sampai datang sosok-sosok yang mampu mencerahkan. Untuk itu kita jangn putus asa. Kita harus pandai memaknai bahwa ribut ini adalah bagian dari diskusi dealektis kita dalam tujuan peradaban yang lebih berkemanusiaa dan bermartabat di hari depan. 

Dan karena itu kita jangan menutup ruang diskursus itu. Ribut atau gaduh biarlh. Itu konsekwensi demokrasi. Bahkan jika sampai pemerintah terancam pun biarlah. Pemerintah boleh berganti tapi negara tetap tegak berdiri.

Atas fenomena rizik, kiranya kita masih patut memberi apresiasi karena sejauh ia melangkah ternyata gagasannya, terlepas adanya kekurangan di situ, namun ia masih melandasi langkah dan pikirannya berangkat dari ingin menterjemahkan PANCASILA.

Terus berjuang untuk tujuan pembelaan kepada rakyat. Jika tak mampu menterjemahkan ideologi bangsa, cukup berbuat yang terbaik bagi rakyat, itu akan menjawab segalanya. Sekali lagi, terus lakukan pembelaan kepadaan rakyat. 

Siapapun itu baik penguasa maupun yg di luar kekuasaan. Proses ini memang harus kita lalui. Yakin percaya, hari depan bangsa ini gemilang dan terang.

Salam cinta dalam semangat perubahan serta pembelan kepada rakyat semesta 

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak