Akan kemana arah pandang mata dan hati umat islam dunia setelah semangat primordial agama ala erdoganisme menggejala di turki? Umat, di tataran negara terbelakang, pun mungkin indonesia, kerap memandang bahwa semangat yang ditunjukkan pemimpin seperti erdogan menjadi hal yang luar biasa.
Itu lumrah saja pada masyarkat terbelakang dimana pemimpinnya menjadi subur dalam pola pikir yang sempit yang tergmbar dari gagasan politik lokalnya yang sempit. Hampir mirip sempitnya dengan gagasan di balik tarung pemenangan pil gub DKI dengan kampanye identitasnya.
Untuk ukuran dunia, pemimpin dengan politik identitas jelas tidak memenuhi syarat untuk dianggap sebagai pemimpin dunia. Bagi penulis, erdogan dengan erdoganismenya tidak masuk katagori pemimpin kelas dunia.
Dia hanya pantas untuk turki atau malah hanya untuk sebagian pengikutnya di turki. Dan jelaslah bahwa ia kini tengah memperkecil dirinya sendiri, dimana seharusnya pemimpin mampu menelurkan gagasan-gagasan besar untuk dunia dengan rencana-rencana penyelelsaian yang besar pula.
Dan itu dibutuhkan sebuah gagasan yang tidak lagi berlandaskan ide-de primordialis, apalagi hanya sebatas latar sejarah suatu bangunan yang sesungguhnya tidak begitu prinsifil bila dibanding sisi manfaat dan alasan masa depan umat manuaia secara keseluruhan.
Memang di sinilah sorang pemimpin dituntut memiliki naluri pemimpin, dimana cara pandangnya yang luas atau dangkal terlihat dari cara ia berpikir dengan suatu hasil tindak.
Dimasa-masa kini, bagi penulis, adalah masa-masa dunia kritis akan kepmimpinan. Salah-salak kita bisa masuk ke masa dimana dunia pernah mengalami zaman kegelapan. Ketika dunia, diatur oleh doktrin-doktrin kultus kebenaran dan dogma absolutisme agama dengan latar dan alasan tuhan.
Sementara saat ini, dunia masuk ke dalam bentuk kegelapan yang lain, yang serupa namun berbeda dalam instrument srta alasanya. Donal trump lalu erdogan, munggkin pemimpin-pemimpin yang sudah menandai dirinya lebih dahulu sebagai sosok termaksud. Sementara yang lain, mungkin saja akan muncul.
Di indonesia, telah tergambar pada pilgub DKI yanga lalu.
Dalam masa kritis ini, yang muncul hanya pemimpin yang seolah-olah mendunia, namun sesungguhnya lokal, terlihat dari gagasan-gagasannya yang hanya isyu lokal. Isyu bangunan, sejarah, dan atas nama membangun suatu bangunan yang lalu diidentik-identikkan sebagai gagasan membangun peradaban.
Padahal inti dari suatu peradaban bukanlah sekedar persoalan bangunan. Dunia saat ini sedang membutuhkan pemmpin dengan gagasan-gagasan brilian, tentang bagimana mencipta sejahteara dan meratakannya, memperbaiki kerusakn moral, lingkungan, dan bagaimna lunturnya kasih sayang antar manusia.
Bagaimna manusia kini yang cenderung dalam bahaya perpecahan, dimana menyakiti menjadi hal biasa, hingga perang bukan lagi menjadi isyu menakutkan namun suatu tontonan yang seakan ditunggu dan diinginkan.
Dunia kini dihadapkan pada kenyataan ancaman punahnya manusia dengan segala kemanusiaannya.
Nah untuk kasus hagia sophia, dalam pandangn penulis, jika pun rakyat turki sangat kuat ingin menjadikannya kembali sebagai masjid, itu tetap akan terwujud, namun mestinya terdevinisi, terukur dan terarah oleh pemimpin yang faham akan keadaan dunia dimana ia pun ikut mencipta keadaan itu, suatu kondisi dimana manusia sudah sadar akan makna berkasih dan saling mengasihi.
Semntara sampai hari ini, manusia baru sampai pada tahap ritual ketuhanan. Manusia belum sampai pada tahap ritual berkasih pada sesama manusia. Maka tidak aneh kasus hagia sophia terjadi. Pemindahan itu dengan alasan di balik primordialisme.
Pada tahap manusia dengan kwlitas berkasih, jika pun misal dinegri lain terjadi pembakaran gereja atau masjid, pemaksaan masjid menjadi bar, atau bahkan tempat lacur, maka masyarakatnya melihat hal itu dengan pandangan mata manusia-manusia yang dewasa yang penuh dengan segala pertimbangan kemanusiaan.
Lalu jalan yang ditempuhpun tidak lantas membalas di dalam negeri sendiri dengan tindakan-tindakan yang anarkis pula. Orang-orang yang melakukan penistaan, hanyalah orang-orang yang seibarat berjalan, hidupnya belum sampai di titik tujuan.
Dan kita, mari buat cemburu mereka dengan keindahan dan kerukunan saling mengasihi di negeri kita sendiri. Inilah langkah-langkah kita dalam menyusuri jalan menuju masa depan. Bukan ke masa lalu.
Pada tataran inilah yang dinamakan pemimpin dengan label pemimpin masa depan itu diharapkan perannya.
Sementara pemimpin yang berkutat dengan pola pikir dan pandang masa lalu, sesungguhnya adalah pemimpin masa lalu. Dunia tak akan hidup dengan masa lalu melainkan dengan harapan dan itu ada dimasa depan.
Zaman kegelapan adalah zaman dimana manusia tidak memiliki gagasn, hilang harapan meski tak sadar harapannya telah hilang. Dan pemimpin kini yang tak memliki gagasan kecuali bersandar pada ide-ide mudah, ide-ide emosi ketuhanan atau keidentitasan, adalah pemimpin yang sesungguhnya tak menjanjikan harapan.
Erdogan, biarlah ia menjadi pemimpin sebgian rakyat turki yang lagi gandrung devinisi kebangkitan ala mereka. Jika pun di balik itu ia berjanji akan membebaskan Al aksho, kita tunggu langkah dan caranya seperti apa.
Mungkin dengan senjata, atau deplomasi tingkat tinggi ala mereka.? Semoga bukan sekedar retorika dan penyalaan api emosi demi populeritas disebagian masyarakatnya yang minim kwlitas.
Sebab hari gini, rasanya sudah terlambat untuk berhasil gemilang melalui adu kekuatan bersenjata saja.
Hari gini, pemimpin itu akan terlihat berhasil hebat jika mampu menghimpun suara rakyat dunia.
Tulisan ini tentu saja tidak hendak membendung semngat kebangkitan oleh suatu kelompok manapun.
Tapi kembali pada soal Hagia Sophia, dan primordial agama ala erdoganisme, kita bangsa indonesia, hendaknya punya cara pandang sendiri, terutama umat islamnya dalam memandang dunia, memandang keislaman kita dengan melihat, menyelami perasaan keteologian umat lain di sekitar kita.
Kita sebagai umat dan sebagai bangsa harus mampu mendefinisikan sendiri apa makna kebangkitan dan kejayaan yang hendak kita gapai di masa depan.
Maka yakinkan diri dengan terus berharap bahwa dari sinilah kelak lahir ide-ide atau gagasan yang akan mewarnai budaya dan peradaban baru yang lebh indah dan menjanjikan bagi kebaikan seluruh manusia. wallahu'a'lam bissawab.... semoga.
Salam cinta dan sayang untuk perjuangan dengan semangat pembebasan!!