Recep Tayyep Erdogan Dengan Hagia Sophianya Tidak Perlu Berlebihan disikapi

 


Masjid, sinagog, Gereja, dan tempat-tempat ibadah lain di barat dan dimana saja berada, hendaknya tenang. Islam dan agama seketurunannya itu kecemerlangan fikirannya sudah menyebar ke berbagai sudut dunia. 

Keislaman turki itu bukan apa-apa dibanding keislaman di belahan dunia yang lain.

Turki itu sudah menjadi masa lalu dan semakin menjadi masa lalu jika ia masih dengan pola pikir yang demikian dalam dunia yang kini sudah berubah . Ia akan redup sendiri seirama dengan kemunduran pola pikir pengikutnya.

Mestinya, turki yang mewakili islam di bagian halaman depan islam, menjadi model bagi dunia islam. Menjadi model itu adalah kebanggaan bagi saudara-saudaranya di dunia islam yang lain.

Tapi turki, tampaknya lebih ingin menapak ke ruang belakang peradaban islam. Mereka lebih memilih menjadi manusia-manusia hayali, halusinasif—membayangkan akan kembali menjalani masa-masa suci kenabian. 

Padahal itu sudah tak mungkin. Masa lalu adalah masa lalu. Walau penuh nilai suci tapi dunia dengan tantangannya kini harus dihadapi dengan paradigma kekinian.

Kenapa penulis berkata demikian? Karena primordialis gaya turki ini sangat identik dengan manusia-manusia penyanjung masa lalu.

Penulis sesungguhnya awam tentang agama namun karena cinta, jadi cintalah yang mungkin membimbing hati untuk insyaallah mampu melihat yang benar dan yang salah.

Bagi penulis, memang benar, ada hal yang tak mungkin, ada hal yang tidak boleh berubah dari sejak islam ada dalam zaman kenabian hingga islam di masa kekinian, salah satunya yaitu akidah.

Selebihnya, apalagi itu hanya soal budaya bahkan di balik itu ada visi islam dalam rangka menghadapi dunia kekinian, kurang elegan rasanya jika bertahaan dalam sikap menyanjung masa lalu itu.

Kelak, setelah indonesia mendapatkan pemimpin yang pas, keislaman indoneisia atau yang serupa indonesialah yang mungkin akan menjadi acuan pikir serta kebangkitan budaya dan peradaban keislaman dunia.

Maka condongkanlah pikir kita pada indonesia. Turki, kini hanyalah bagian yang kelak akan ikut.

Sekali lagi, dunia tak perlu membesar-besarkan hagia sophia, apa lagi harus cemas dan was was.

Yang harus dunia lakukan adalah tidak terpropokasi, tertarik oleh ajakan pikir untuk memikirkan peristiwa itu.

Karena hal itu biasa-biasa saja. Turki dengan erdoganismenya tidak menjanjikan suatu konstruksi masa depan. 

Erdogan hanya manusia tua yang kian rapuh dan coba memainkan poliitik ala tua dengan ide gagasan tua dan coba mencari arti hidup disitu, berharap dikenang, berharap dekat dengan tuhan tapi dengan jalan keliru.

Sebab tuhan dimasa depan berdiri tidak untuk kesendirian melainkan kebersamaan. Ingat, kebersamaan, bukan kesamaan. Meski jika ada yang berpikir kesamaan pun tidak mengapa.

Atas nama rakyat indonesia, salam damai sayang dan cinta untuk agama seketurunan dan agama-agama lainnya seraya jiwa berlinang air mata mengenang kebersamaan yang indah dimasa depan umat manusia.

Salam


Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak