Jokowi marahi anak buah itu tidak salah . Tapi kesalahan terbesar tetap pada pemimpin tertinggi

Ketika presiden marah dan menegur bawahannya atau para mentri-mentrinya, tidak salah itu ia lakukan. Karena memang harus demikianlah adanya.

Namun di balik itu, jangan pula lantas berpikir bahwa kesalahan itu ada pada anak buah. Kita jangan dicekoki dengan drama-drama pengalihan peran, isyu dan kesalahan yang tak perlu. 

Sehebat apa pemimpin dan partai penguasa melakukan pengalihan tanggung jawab dan kesalahan,?

Misal menyalahkan menteri-menteri atas keadaan yang tak membaik kini , tak akan bisa mengkamuflase atau membodohi rakyat bahwa keadaan ini adalah buah tangan dari sang pemimpin tertinggi.

Jadi jangan cuci tangan lantas menyalahkan kiri dan kanan. Juga kepada para pasukan partai pendukung rezim setianya.

Ada yang berkoar-koar mencari-cari salah mentri, apa itu langkah bijak dalam sebuah ruang pemerintahan yang mestinya mereka sudah faham bahwa letak tanggung jawab utama itu ada pada pemimpin tertinggi.

Kesalahan menteri memang perlu mendapat teguran presiden jika menteri itu memang benar-benar salah. Sebab bila tidak ditegur, rakyat nanti malah menduga presiden takut kepada menterinya.

Ketika presiden menegur kesalahan menteri atas kesalahnnya, jangan salah, sesungguhnya rakyat senang sebab itu artinya presiden menunjukkan sikap dan ketegasannya.

Namun rakyat akan tahu kemarahan itu oleh sebab kesalahan yang sesungguhnya atau pengalihan isyu dari suatu keadaan yang tak bisa ditangani pemerintahannya.

Duhai bapak, mari berbenah diri dan membenahi bangsa ini dengan kesadaran bahwa itu semua tanggung jawab pemimpin.

Jadilah pemimpin yang sadar dengan sesadar-sadarnya bahwa yang dipimpin ini adalah sebuah bagsa besar. 

Maka ajarkan kepada kami, generasi negeri ini bagaimana bersikap dengan jiwa besar.

Kesalahan dan kekurangan, akui dengan jiwa besar. Lalu berpikirlah yang besar. Dan mari buat hal-hal yang besar demi kebesaran bangsa dan negara kita tercinta.

Maaf, dengan tulisan ini penulis seperti berlaku sebagi yang mengajari pemimpin tertinggi negeri. Semua itu sesungguhnya adalah cermin harapan oleh sebab masih ada rasa cinta kepada pemimpin dan tentu cinta sepanjang masa kepada rakyat, bangsa dan negara.

Jangan menganggap segala kritik dan ucapan penulis yang kadang keras kepada penguasa di dalam banyak kesempatan adalah suatu kebencian yang ada di hati penulis.

Penulis hanya berusaha menjaga jarak dengan penguasa agar bisa independen dalam menilai. Rakyat pun, ketika semua sudah ada di ketiak penguasa jadi merasa seolah tak ada yang mau membela.

Untuk hal itulah makanaya penulis menempatkan diri sebagai yang membela, yang bersuara kerap lantang dan pedas ke pada penguasa. 

Meskipun seandainya tinggal satu-satunya diri penulis sendiri, oleh sebab semua ingin ada di ketek penguasa, penulis tetap akan setia ada di jalan ini. Tetap berkata, bersuara lantang untuk rakyat dan bersama rakyat tercinta.

Salam 

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak