Jokowi khawatir akan ideologi transnasional tapi prilaku negara ambigu atas ketidakadilan. Bahkan negara menjadi pemaksa atas terjadinya ketidakadilan.
Bicara tentang ketidakadilan di negeri ini, terlalu banyak untuk disebutkan. Soal ekonomi misalnya.
Dalam kaca mata rakyat awam saja bisa diungkapkan bahwa kekayaan negara ini hanya singgah di beberapa gelintir manusia saja.
Ketimpangan yang makin menganga dari hari ke hari, dari tahun ke tahun, dari ganti pemimpin ke pada ganti pemimpin yang baru.
Lihat pula tentang KPK yang hancur remuk sementara para pemimpin dengan bahasa baik bibir manis nan suci, seolah benar, penuh bela dan hidup di atas kesucian.
Lalu presiden berkata-kata penuh caci terhadap ideologi transnasional. Ideologi itu memang kurang bahkan tidak pas untuk bangsa kita dengan ke NKRI an—nya.
Namun sementara mereka kita katakan tidak pas dilain sisi ideologi kita sendiri kita maknai secara keliru penuh ambigu, membuat ideologi lain itu tumbuh dan tinggi nilanyai di tataran moraliti.
Karena bicara ideologi adalah soal moralitas. Maka harusnya berpikirlah kalian hai para pemimpin, kuatkanlah moralitas mu, bela dan tegakkanlah kebenaran serta keadilan.
Jaga integritas, sesuaikan antara kata dan perbuatan. Jika tidak, percumah kita melawan ideologi transnasional sementara pemimpin dan para pejabat malah sibuk menanamkan atau menterjemahkan ideoligi yang diagungkan dengan praktek keliru penuh ambigu.
Membiarkan ambigu ini terus berjalan, sama dengan semakin membuka kotak pandora tentang ideologi kita sendiri yang lemah, kering, mati dan tidak berkesesuaian lagi.
Ideologi kita ini kita ambil dari sumber yang dalam. Tapi sumber yang telah kita keringkan, maka jadilah ia sekedar anjuran yang tidak mengikat tindak dan perbuatan.
Jika pun kita ingin kalimat anjuran itu dipatuhi, kita lalu memaksa dan lalu kita sama dengan mereka yang memaksa...padahal hakekah ideologi itu tidak di situ.
Idologi yang hidup itu, lepaskanlah ia ditengah lautan, maka ia akan tetap hidup dan menghidupi segala hal yang tumbuh dan ada di sekitar situ.
Maka jangan paksakan ideologi kita untuk bisa diterima mereka jika kita sendiri salah memaknainya.
Kebenaran itu hanya akan tampak nyata ketika kita sendiri dengan perilaku kita terbenarkan oleh yang kita punya.
Ingin ideologi kita hidup? Yang sedrhana saja. Belalah rakyat. Membela rakyat itu bagaimana, seperti apa?
Mungkinkah sekelas presiden harus aku gurui di sini? Oleh sebab perilaku yang tampak selalu saja ambigu?
Dan dalam kekinian, belalah KPK. Jika siapapun yang hidup di tanah ini merasa terbela, artinya, telah hidup ideologi itu bagi kita semua.
Salam