Dosa besar pemimpin diskriminatif dan tidak adil

Vaksinasi itu belum merata. Bayangkan masyarakat di sumatra ketika ada kepentingan hendak menyeberang ke pulau jawa misalnya, atau kepentingan ke wilayah pedalaman sumatra lainnya.

Betapa menyulitkannya jika harus dengan persyaratan vaksin dan segala tes yang berbayar mahal itu.

Vaksinnya sendiri, mana? Dimana???? Sementara lewat jalan-jalan tertentu akses mendapat vaksin itu bisa, namun berbayar dan mahal.

Di sumatra khususnya lampung selatan yang jauh dari kata merata tersentuh vaksin, bahkan lokasi vaksinasi di googlenya saja ketika diakses seperti sengaja di sembunyikan, tentu masyarakat sangat merasa di diskriminasi dengan persyaratan vaksin itu.

Ini mendatangkan berbagai kecurigaan termasuk kemungkinan permainan pihak tertentu mengambil keutungan.

Seorang pemimpin/ presiden yang analisis intuisinya dalam, akan merasakan hal-hal ganjil dalam setiap kebijakannya maupun kebijakan anak buahnya. 

Bisa saja, seperti vaksin gotong royong berbayar yang tempo hari digagalkan, permainan petinggi berjalan di sini.

Pintu masuk uang ke kantong pejabat tinggi tidak selalu lewat pintu depan bahkan bisa melalui pintu ke sepuluh dibelakang.

Bagi penulis, presiden hendaklah jeli. Segala kebijakan yang seolah mengarahkan masyarakat agar melakukan segala tes dan vaksin yang berbayar, patut dicurigai.

Dan jika sudah ada kecurigaan, pantas digagalkan bahkan bila perlu di meja hijaukan!!!

Namun bila pembantu presiden setelah di meja hijaukan ternyata kemudian terbukti terlibat dalam upaya bisnis mencari keuntungan, maka itu artinya presiden juga harus bertanggungjawab.

Tanggung jawab itu bisa mengarah kepada sangkaan secara tidak langsung bahwa presiden telah melindungi para pembantunya memperkaya diri.

Dalam pikiran rakyat awam di tempat-tempat nongkrong, obrolan-obrolan demikianlah yang kerap terdengar.

Sebuah tema obrolan yang menandakan bahwa rakyat peduli pada ssuatu keadaan ketika  itu bersinggungan dengan kepentingan mereka.

Ya, rakyat kini makin cerdas bila ada yang membuat mereka jadi cerdas.  Setidaknya mereka jadi tak ragu bicara, karena di situ ada aku.

Dalam masa pandemi ini, pantasnya TAK ADA YANG MEMBERATKAN, TAK ADA YANG BERBAYAR!!! Kesimpulan obrolan mereka.

Dan itu benar. Jika rakyat harus diperas dengan peraturan demi peraturan, jangan berdalih itu kelakuan anak buah.  

Jika pemimpin sudah tahu bagaimana rakyat dikenai tariff dan berbayar tinggi, itu sama dengan pemimpin tertinggilah yang meramu.

Salam


 


Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak