Resiko menjadi seorang aktivis, bahkan kematian



   
Ada bermacam katagori aktivis, namun secara garis besar ada dua, yang pro penguasa dan yang di luar penguasa. Yang pro penguasa tentu tidak banyak resiko. Secara ide, mereka cenderung manut apa kata penguasa. 

Namun bagi aktivis di luar penguasa, terutama aktivis vokal, kecendrungan menghadapi resiko berat bahkan lepasnya nyawa dari badan sangat memungkinkan. Ambil contoh, munir, hok gie, shopan shopian dll

Kenapa, masih ada yang mau ambil resiko berat jika bayang kematian menghadang? Bagi seorang aktivis sejati, sukar untuk di gambarkan kecuali dirinya mengikuti jalan takdir, panggilan jiwa itu.

Aku, ketika melangkah di jalan ke aktivisan bukan tidak menyadari itu. Namun untuk menghentikannya tak bisa karena itu seakan sudah melekat di langkah pikiran dan hati. 

Dan bila menelusuri kematian para aktivis vokal terdahulu, kerap tersentak bila ingat bahwa kejadian yang menimpa diri ku sendiri bila diamati ternyata tampak sebagai bagian dari suatu cara yang entah siapa yang melakukan dan mendalanginya untuk menghilangkan nyawa, minimal mencelakai kita.

Coba renungkan kejadian yang menimpaku ini.
Kejahatan terjadi salah satunya dalam rutinitas. Keseharianku yang berangkat ke restoranku, mungkin ada yang mengamati kapan biasanya berangkat dan pulang. Saat ku hendak berbelaok di suatu tikungan pertigaan, seperti biasa, sebelum sampai di pertigaan biasanya aku sudah menyalakan sen. 

Setelah sampai di pertigaan, baru saja aku hendak membelokkan setir motor, sebuah mobil jip tampak dengan sengaja tiba-tiba ngegas zig-zag kencang hampir menyambar motorku. Untung saat itu aku mengerem dan segera memundurkan motor. Jika tidak, entah berapa meter aku akan terpental ditabrak oleh dahsyatnya deru mobol jip itu. 

Stelah kurenungi, dalam kondisi jalan di pertigaan dimana ada kendaraan yang ingin berbelok, mungkinkah sebuah mobil akan gila-gilaan ngebut? Dalam pikiran normal, pasti orang akan memelankan kendaraannya. 

Tapi mobil itu ngegas yang tampaknya sengaja dengan tujuan menyambar motorku. Saat itu aku belum terpikir bahwa itu satu kesengajaan. Saat itu aku hanya berdebar-debar seraya memikirkan nyawaku yang mestinya sudah melayang. Dan untungnya aku selamat saat itu..

Kejadian ke dua ketika ku rutin pulang malam dari resto melewati suatu jalan yang mungkin sudah pula dibaca jam-jam kepulangan serta kebiasaanku. Biasanya aku sangat solider dengan pengendara lain yang mungkin macet rusak atau kehabisan bensin.

Pada suatu malam, entah kenapa saat itu sepi sekali. seperti biasa aku pulang antara jam 9 sampai jam 10 malam. Tiba-tiba di tanjakan play ofer dalam gelap ada dua orang memaksa menyetopku. Sikapnya yang merangsek serta naluriku yang mengira itu tidak wajar, membuat aku tancap gas sambil menghindari dua orang itu. 

Pikirku, jika motor rusak atau habis bensin, bukankah jarak kampung hanya skitar 150 mter., kenapa harus menyetop pas ditanjakan, gelap pula, tidak di atas play ofer. Maksud mereka pasti agar aku sulit kencang melaju saat sudah berhenti. Singkat pikiran-pikiran itu ada di benakku saat sebeleum kencang kupacu motorku.

Setelah sampai kampung terdekat, aku ceritakan kejadian itu. Beberpa orang mengecek ke TKP. Dua orang yang menyetop paksa itu sudah menghilang.

Aku membayangkan jika aku berhenti pada saat itu, mungkin, setidaknya motor atau bahkan nyawaku pasti telah melayang.

Kejadian-kejadian yang menimpaku itu sudah cukup lama saat aktivitas restoku mash jalan sebelum korona datang. Saat tepat pula aku kerap vokal di medsos. Aku sebenarnya tidak menuduh pihak tertentu. 

Tapi ketika teringat kematian para aktivis vokal, aku terpikir apakah yang pernah kualami itu adalah hal yang alami-alami saja atau ada yang merencanaknnya?

Terlepas dari itu semua, pesanku kepada seluruh aktivis pergerakn yang vokal, berhati-hati. Sadari bahwa setiap langkah kita harus penuh perhitungan dan matang dipikirkan. 

Ingat munir, ingat hok gie, ingat sophan shopyan dll, yang gugur dalam masa keaktivisannya. INI REZIM YANG DALAM SUDUT PANDANG TERTENTU BERBEDA!! Tentang kematian Sopan Shopyan dengan kharismanya, bukankah saat itu ia terbilang vokal kepada partai yang saat ini memegang kekuasaan? 

Sebuah rezim jahat bukan saja harus dimulai dari kepalanya namun kaki tangannya yang memiliki banyak kepentingan yang tak bisa dikendalikan oleh sang kepala. 

Ke dua-duaanya, baik kaki taangaan maupun sang kepala yang meski sekilas tak bersalah, sesungguhnya berbahaya bagi perkembangan demokrasi.

Walau kita yang berniat tulus untuk kebaikan rakyat bagsa serta negara ini, tentu saja tidak akan pernah takut apalagi surut !!! Meski kita tak mungkin membalas karena kita tak memiliki pikiran dan taangan untuk membalasnya.

Salam semanagt selalu untuk perubahan  

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak