Polisi berantas GPK, tapi janji-janji manis hingga rakyat banyak terbunuh. Direformasi atau direvolusi?
byTOMYIRFANI.COM-
Tidak kita pungkiri bahwa negara rakyat dan bangsa ini butuh akan Polisi. Dan kita ingin Polisi dapat menjadi alat negara yang penuh tanggunng jawab, beradab dan berperikemanusiaan. Dalam sebuah operasi misalnya, rakyat berharap wajah polisi itu penuh rupa kasih kepada rakyat.
Jangan katakan itu operasi penumpasan meski perbuatan kejam musuh sudah melampaui batas terhadap negara, masyarakat dan kemanusiaan. Katakanlah itu dalm rangka mengajak mereka kembali kepangkuan ibu pertiwi.
Sebarkan selebaran mengajak agar mereka tak melawan, mengajak mereka kembali ke pada cinta bangsa yang besar ini.
Jiika melawan dengan kata-kata, cukuplah balas dengan penjelasan yang mendasar. Namun jika melawan dengan senjata dan membahayakan, mungkin cukup alasanmu tuk sekedar melumpuhkan. Itu harapan rakyat atas alat-alat negara yang telah digaji oleh rakyat sebagai pemilik atas semua alat negara di negeri ini.
Polisi membunuhi rakyat
Dan harapan kerap hanyalah menjadi harapan belaka. Walau banyak sisi-sisi positip dari keberadaan polisi terutama soal keberhasilan-keberhasilan operasinya, namun banyak pula hal negatip dan cela yang seakan sebuah sisi kelam yang tidak mau lepas atau hilang dari diri dan keberadaan kepolisian.
Jika ingin menghitung celanya, sugguh banyak. Ambil misal, dari jutaan manusia yang memiliki kendaraan, coba tanya, adakah yang belum pernah merasa mendapat atau melihat perlakukan semena-mena dan tidak adil para polisi di jalan raya?
Rasanya semua hampir berkata pernah. Namun kita tidak hendak membahas lebih jauh tentang hal itu. Kita hendak menengok hal lebih parah yang dilakukan polisi kita, tentang polisi yang membunuhi rakyatnya.
Terlalu banyak cerita kematian manusia di tangan polisi. Tapi sangat sedikit terdengar cerita bahwa polisi bersalah. Polisi selalu benar. Entah itu memang benar dalam standar operasionalnya, atau benar karena dengan segala cara di pengadilan mampu memenangkan perkara.
Membela negara itu memang wajib dan syurga balasannya. Tapi membela negara dengan melakukan penyiksaan atau pembunuhan terhadap orang-orang yang tak berdosa, masyaAllaaah... itu kekejian dan kekejaman serta dosa yang tak pernah akan menyentuh bau syurga.
Ingat, syurga tidak di atas kekejian dan kekejaman. Pun syurga tidak di atas derita orang-orang terbunuh, termarginal dan teraniaya.
lihat, sementara kita mengatakan kaum teroris itu salah dan penuh dosa, tapi tangan kita juga membunuh dengan kejam--walaupun terhadap orang-orang yang kita anggap penuh dosa.
Juga dalam hal membela pemimpin. Itu adalah kebaikan yang identik berbalas syurga jika pemimpin itu benar dan juga benar caramu membela...
Kepada para polisi, dan para insan yg berani menyebut dirimu abdi negara tapi perilakumu, karena kuasa jadi semena-mena, mari CAMKAN INI, Percayalah, yakinlah..sekecil partikel atom pun segala perilaku menyakiti dan kesemena--menanmu, itu pasti...........
dan teruskanlah kalimat di atas olehmu karna dirimu pasti sudah tahu.
Janji manis,Polisi
Dari berbagai cela kepolisian, ada cela yang dari kata-kata sekilas tampak unik. Cela karena janji-janji manis polisi. Mirip politsi yang sebelum mendapat kedudukan melontar janji manis. Tapi setelah duduk di kursi empuk, lupalah kulit, lupalah janji-janji, lupalah akan tanah di mana tempatnya berdiri.
Ya, mirip seperti itu. Coba ingat akan kejadian pembakaran pos polisi di suatu wilayah Lampung. Bagaimana kemudian rakyat geram atas janji-janji dan selalu janji dari kepolisian.
Masyarakat yang berlipat geram dan akhirnya pos polisi jadi korban. Ya, waktu itu dirasa oleh masyarakat, belum lama pihak kepolisian berjanji akan bertanggungjawab untuk menggulung/ membereskan begal di lampung, dan itu merupakan janji manis yang sudah masyarakat telan bertahun-tahun dan berulang-ulang.
Eh, tak lama berselang sudah terjadi lagi pencurian motor. Bahkan aksi para begal kian menjadi-jadi dan kian berani. Sebagai salah satu gambaran bagaimana pelaku beraksi dengan beraninya, mereka masuk menyatroni arena parkir sekolahan SMP N 10 BL. Akibarnya lenyap salah satu motor milik guru.
Dalam pandangan masyarakat, aksi-aksi para begal itu akhirnya bukan lagi sekedar aksi sendiri-sendiri tanpa terkoordinasi dengan satu jaringan yang rapih. Masyarakat yakin para begal itu terorgnisir atau ada organisasinya.
Wong tukang tadahnya ada, kok. Di kampung ku, malah ada bisik-bisik, kalau mau beli motor gelap tanpa kelengkapan surat-surat ada tempat untuk membelinya. Mau motor segala merk ada. Nah polisi, dengan jaringan dan intel-intelnya, mustahil tak mampu mengendus keberadan mafia begal ini.
Kembali kepada pandangan masyarakat, masyarakat yakin bahwa jaringan-jaringan mafia ini sengaja dibiarkan agar bisa diperas oleh oknum-oknum yang mungkin juga terorganisir secara informil di kepolisian. Sulit dibuktikan memang tapi yang namnya pikiran di masyarakat terus berkecamuk dan akhirnya, kantor polsek pun remuk.
Jadi kalau masyarakat prustasi, dan akhirnya kesal lalu marah kepada polisi dengan membakar polsek, rasanya dan akhirnya itu menjadi tidak aneh. Kita tidak hendak membenarkan aksi anarkis masyarakat.
Tapi ini bisa menjadi peringatan kepada pihak kepolisian, bahwa tanggung jawab itu hendaklah dipegang secara penuh dan bersungguh-sungguh. Kenyataan di lapangan menjadi fakta yang tak bisa terbantahkan.
Dan jika hal-hal semacam ini terus terjadi, dimana masyarakat sangat banyak dirugikan, apa yang bisa menjamin bahwa hal itu bisa berhenti. Haruskah ada reformasi total terhadap kepolisian atau para penegak hukun kita.
Dari mulai cara perekrutan dan sistem kerja serta perrtanggungjawaban kerjanya. Siapkah kepolisian di reformasi atau bahkan dikenai revolusi, artinya dikenai perubahan mendasar sampai keakar-akarnya?