Trending

Tenggelamnya Kapal Selam, Kesalahan Rezim

 
 
Tenggelamnya nanggala 402 dari sudut pandang berbeda.

Di mata penulis, 53 prajurit yang gugur di kapal selam Nanggala, adalah efek dari arah pembangunan rezim yang keliru. 

Hayal atau halusinasi seorang jokowi sejak berkuasa, pemimpin yang di seting sebagai yang dideklear dari rakyat adalah pemimpin yang mendapat kepercayaan penuh dari dunia luar lalu pikirnya investasi akan datang berduyun-duyun. 

Nyatanya, sebagai pemimpin yang memang bukan dari rakyat dimana dunia tahu, maka investasi yang luar biasa itu tidak menjadi nyata.

Namun celakanya, lemahnya konsep diri, contoh revolusi mental mentah, tol laut, poros maritim yang tidak jelas, dlsb, membuat rezim terpaksa menjalankan skenario bangun dan bangun termasuk bisnis proyek ibu kota baru yang kesemuanya dengan dana dari memeras rakyat. 

Dimulai dari kenaikan BBM gila-gila an diawal kuasanya. Kebutuhan dana besar untuk bangun dan bangun akhirnya mengecilkan modernisasi alutsista TNI. Dulu pernah terjadi korban akibat alutsista tua, muncul wacana modernisasi yang ternyata nol.

Kemudian tampilnya Prabowo mantan jendral menjadi Menhan, dianggap faham kondisi alutsista yang kita sangka modrnisasi itu akan berjalan. Nyatanya, disuatu berita berjudul, Prabowo muter semntara negara tetangga sudah memodnisasi jet dan kapal selamnya. 

Ya, dia yang mungkin cari aman demi niat di 2024, tak berani maksa minta anggaran besar kepada jokowi untuk memuluskan niat bangsa ini memodrnisaai alutsistanya.

Tempo hari Prabowo hanya mampu ngeles dan bilang bahwa modernisasi itu perlu dana besar. Padahal semua juga tahu hal itu. Terakhir prabowo janji akan menambah tiga kapal selam. Namun itu "akan" dan entah kapan.

Dari kesemuanya memang persoalan utamanya adalah soal dana. Dan ketika dana tersedot oleh mimpi jokowi dalam rangka menyalurkan hasrat keinsinyurannya dan lalu muncul kegilaan bangun dan bangun, akhirnya dana modernisaai alutsista jadi minim dan akhirnya pula 53 prajilurit kita gugur terperangkap tertindih besi rongsok tua. 

Terlalu menyakitkan bahkan sangat menyakitkan kehilangan 53 prajurit sekligus seperti itu.
Banyaknya manusia Indonesia mati sia-sia, bnyaknya prajurit gugur sia-sia, adalah cermin kecilnya penghargaan kita akan arti nyawa serta kemanusiaan. Penghargaan yang mestinya diberi arah dan dimulai dari para pemimpin.

Harusnya, jangankan 53 prajurit, satu saja prajurit atau satu nyawa anak bangsa ini, itu sangat berharga. Andai satu prajurit terdampar di suatu planet terpencil sana, maka pemimpin dengan segala keberadaan kemampuan kekuasaannya, harus menyelamatkannya dengan segala cara. Ini prinsip bagi bangsa dengan para pemimpinnya yang mmiliki prinsip dan penghargaan yang tinggi atas nyawa rakyat atau para prajuritnya.

Hari ini dalam duka yang sangat mendalam, rakyat sesungguhnya lagi marah di hati. Rakyat secara diam sesungguhnya meminta pertanggungjwaban meski tidak harus ditunjukkan dengan berduyun-duyun di jalanan. 

Maka pemimpin cukup sadar diri dari kesalahannya. Coba andai hari ini bukan jokowi presidennya, apakah akan ada 53 prajuit yang gugur sekligus seprti itu? Penulis bukan hendak mngada-ada. 

Tapi ini gambaran bahwa kebijakan pemimpin akan berdampak pada seluruh kondisi dan keadaan rakyat tentara dan bangsa. Atas kejadian ini, bagi rakyat, ketiadaan presiden jokowi atau menteri 

Prabowo jauh lebih baik ketimbang harus kehilangan prajurit-prajurit terbaik. Ketiadaan presiden atau menteri bisa dipilih lagi. Tapi kematian prajurit terbaik, kemana kita hendak mencari ganti?

Sekrang, apakah kita baru akan memulai lagi memodernisasi alutsista? Dalam janji Menhan yang akan dan akan. Dalam kondisi pandemi dan uang sudah habis dipakai memenuhi hasrat keinsinyuran jokowi. 

Lihat rezim sudah sabet sana peres sini dalam rangka mencari dana. Nanti kentut pun dipajaki. Utang pun sudah berjibun warisan bagi anak cucu nanti. Ini kegoblokan yang diawali dari pmimpin dan akhirnya kita terjebak dalam.kegoblokan yang sama. 

Dan ingat rasanya belum lama penulis pernah posting perlunya kita kritis atas sepak terjang rezim yang dalam situasi pandemi malah mikirin proyek ibu kota baru. Lihat efek dari tiadanya kritis kita, hari ini tenggelamnya nanggala 402, adakah yang berani katakan bahwa ini adalah efek dari salah langkah jokowi dalam membangun bangsa?

Kepada para prajurit, rakyat menghndaki agar berani menolak latihan atau operasi-operasi dengan alat-alat tua. Jika terjadi perang, maka berperanglah bersama rakyat bukan bersama besi-besi tua.

Jika harus mati dalam perang maka matilah bersama rakyat, itu lebih membanggakan ketimbang mati bersama dan oleh karena peralatan-peralatan tua. Bahkan itu memalukan. 

Ingat menurut pengamat, karamnya Nanggala 402 adalah kecelakaan kapal selam terburuk sepanjang sejarah dunia. Ingat dan kenanglah itu wahai rakyat dan para prajutitku. Makaa janagan terulang hal itu.
Semoga prajurit-prajurit yang gugur mendapat surga Allah.
Bravo penuh cinta selalu tuk prajurit TNI!!! Tegak berdiri, meski penuh cobaan, ujian dan kondisi keterbatasan. Semangat, maju, gagah dan berani selalu demi negara bangsa dan rakyat tercinta 

Salam sayang dan semangat selalu 

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak